Rabu, 21 Juli 2010

Tinjauan HKI Terhadap Kausu Tentara Anak Kolombia

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Konflik yang memicu timbulnya peperangan memang selalu memakan korban dan kerugian yang tidak besar, salah satunya adalah anak-anak. Mereka seringkali menjadi pihak yang paling dirugikan tanpa mengetahui arti dan sebab meletusnya perang itu sendiri. Oleh karena itu, mengingat keurgensian tentang betapa seorang anak seharusnya menjadi pihak yang paling dilindungi dalam konflik dan peperangan, maka berbagai hukum internasional telah mengatur batasan usia seseorang sehingga ia dapat dikatakan sebagai seorang anak serta diikuti oleh hak-haknya yang diakui oleh dunia internasional. Dalam beberapa wilayah yang sedang berkonflik, selain menjadi korban, anak juga seringkali menjadi ”pelaku” dari perang itu sendiri, antara lain dengan perekrutan anak-anak untuk menjadi bagian dari angkatan bersenjata oleh pihak pemerintah atau oleh pihak non-pemerintah (pemberontak). Fenomena ini kerap dikenal dengan istilah child soldiers atau tentara anak.

Menurut laporan dari PBB pada bulan Februari 2008, sebanyak 58 kelompok di 13 negara masih merekrut dan menggunakan tentara anak. Adapun 13 negara yang dimaksudkan adalah Afghanistan, Burundi, Republik Afrika Tengah, Kongo, Myanmar, Nepal, Somalia, Sudan, Chad, Kolombia, Filipina, Sri Lanka, dan Uganda.
Di beberapa negara tersebut, masih terjadi sejumlah pembunuhan atau pembantaian terhadap anak-anak, seperti penyerangan sekolah dan rumah sakit, pemerkosaan gadis, penculikan anak, dan penutupan akses bagi kelompok pembela HAM kepada generasi muda. UNICEF juga telah mengumpulkan bukti dari banyak anak yang telah dipaksa berperang, yang sering kali harus menyaksikan dan melakukan pembantaian.
Mahkamah Pidana Internasional pun juga telah menetapkan penggunaan anak-anak dalam perang sebagai kejahatan perang sejak 2002. Dengan ketetapan ini, negara-negara yang terbukti melibatkan anak-anak dalam peperangan dapat diseret ke meja hijau.

Konvensi Hak-hak Anak PBB yang diberlakukan pada 12 Februari 2002 telah menaikkan batas usia bagi peran serta orang dalam perekrutan wajib militer dan partisipasi dalam konflik bersenjata, dari usia 12 tahun menjadi 18 tahun. Namun selain permasalahan batasan umur tersebut, muncul lagi masalah baru yaitu bagaimana jika sang anak sendiri yang secara ”sukarela” menjadi tentara. Tentu saja banyak faktor yang mempengaruhi sang anak, baik secara sukarela ataupun terpaksa, untuk bergabung dalam angkatan bersenjata. Seperti yang terjadi dalam kasus tentara anak di Kolombia. Berdasarkan catatan militer Kolombia, 7685 anak saat ini bergabung dalam kesatuan polisi nasional, 7551 tergabung dalam tentara, 338 anak tergabung dengan angkatan udara, 83 anak tergabung dalam angkatan laut dan sejumlah 3445 anak berumur antara 13-15 tahun. Perekrutan anak untuk menjadi tentara dilakukan baik oleh pihak pemerintah maupun pihak non-pemerintah (pemberontak). Hal yang menarik dalam kasus ini adalah karena sampai sekarang pun perekrutan anak untuk menjadi tentara di Kolombia masih terus dilakukan tanpa adanya tindakan yang keras dari dunia internasional. Hal ini sungguh ironis karena Kolombia adalah salah satu negara yang telah meratifikasi CroC dan Protokol Opsionalnya.

2. Rumusan Masalah

Bagaimana kasus tentara anak di Kolombia dilihat dari perspektif International Convension on The Rights of The Child?

BAB II

ANAK dan TENTARA ANAK

I. Pengertian Anak

Pengertian tentang anak, khususnya tentang batasan umur seseorang yang dapat dikatakan sebagai seorang anak menurut hukum internasioana, mengalami perubahan dari waktu ke waktu yang disesuaikan dengan perkembangan situasi dan kondisi dunia pada saat itu. Pada awalnya, batasan umur seorang anak adalah 15 tahun. Hal ini terdapat dalam:

1. Protocol Additional to the Geneva Conventions of 12 August 1949, and relating to the Protection of Victims of International Armed Conflicts (Protocol 1)

Chapter 11, Pasal 77

Ayat 2:

The Parties to the conflict shall take all feasible measures in order that children who have not attained the age of fifteen years do not take a direct part in hostilities and, in particular, they shall refrain from recruiting them into their armed forces.

(Para negara peserta harus mengambil semua langkah yang tepat untuk menjamin bahwa orang-orang yang belum mencapai usia 15 tahun tidak mengambil suatu bagian langsung dalam permusuhan, Para negara peserta harus menahan diri agar tidak merekrut siapa pun yang belum mencapai usia 15 tahun ke dalam angkatan bersenjata mereka)

2. Protocol Additional to the Geneva Conventions of 12 August 1949, and Relating to the Protection of Victims of Non-International Armed Conflicts (Protocol II)

PART II, Pasal 4

Ayat 3:

Children shall be provided with the care and aid they require, and in particular:

(c) Children who have not attained the age of fifteen years shall neither be recruited in the armed forces or groups nor allowed to take part in hostilities;

Anak-anak yang mana belum genap berusia 15 tahun seharusnya tidak direkrut sebagai anggota dari suatu angkatan bersenjata atau kelompok bersenjata, dan tidak pula mereka diperbolehkan untuk berperan dalam permusuhan.


3. Rome Statute of the International Criminal Court

Pasal 8, Ayat 2:

For the purpose of this Statute, "war crimes" means:

(b) Other serious violations of the laws and customs applicable in international armed conflict, within the established framework of international law, namely, any of the following acts:

(xxvi) Conscripting or enlisting children under the age of fifteen years into the

national armed forces or using them to participate actively in hostilities.

(Demi tujuan perundang-undangan ini, “kejahatan perang” diartikan:

(b) kekerasan-kekerasan lain yang menyalahi hukum dan kebiasaan termasuk didalamnya pertikaian bersenjata, yang telah ditetapkan dalam kerangka kerja hukum Internasional, disebutkan, dan salah satunya:

(xxvi) Mewajibmiliterkan atau mendaftarkan anak-anak dibawah usia 15 tahun kedalam angkatan bersenjata nasional ataupun mempergunakan mereka dalam partisipasi permusuhan)

Karena dirasa kurangnya definisi khusus tentang anak dan dalam pelaksanaannya dirasa kurang relevan lagi dengan perkembangan dunia yang semenjak Perang Dunia I-II selalu diwarnai dengan konflik dan peperangan, di mana anak adalah salah satu korban yang paling dirugikan, maka pengertian anak, khususnya batasan umurnya, kembali ditafsir ulang lagi. Maka, diputuskan bahwa batasan umur bagi seseorang yang dapat disebut sebagai anak dalam perspektif hukum internasional adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 tahun. Hal ini dapat kita lihat dalam:

1. Convention on The Rights of The Child, 20 November 1989

PART I

Article 1

For the purposes of the present Convention, a child means every human being below the age of eighteen years unless under the law applicable to the child, majority is attained earlier.

(Untuk tujuan-tujuan Konvensi ini, seorang anak berarti setiap manusia di bawah umur delapan belas tahun kecuali menurut undang-undang yang berlaku pada anak, kedewasaan dicapai lebih awal)


2. ILO CONVENTION 182 (Convention Concerning The Prohibition and immediate action for the elimination of the worst forms of child labour), 17 Juni 1999

Article 2

For the purposes of this Convention, the term "child" shall apply to all persons under the age of 18.

(Untuk tujuan-tujuan Konvensi ini, anak ditujukan kepada setiap orang yang berumur di bawah delapan belas tahun)


3. African Charter on the Rights and Welfare of the Child, 29 November 1999

Aticle 2: Definition of a Child

For tile purposes of this Charter, a child means every human being below the age of 18 years.

(Untuk tujuan-tujuan Charter ini, seorang anak berarti setiap manusia di bawah umur delapan belas tahun)

II. Tentara Anak (Child Soldiers)

Munculnya anak-anak sebagai kombatan dan terlibat dalam konflik bersenjata dimulai pada sekitar abad ke 18. Anak-anak secara tidak langsung telah turut serta dalam konflik bersenjata. Pada waktu itu anak-anak hanya dapat dikatakan sebagai penggembira saja yakni sebagai penabuh genderang perang. Dimulai dari sinilah perkembangan menuju sesuatu yang tidak baik dengan mulai merekrut anak-anak untuk menjadi kader (berfungsi membantu) sebuah angkatan perang. Dan pada akhirnya dimulailah babak baru sebuah fenomena anak-anak yang tergabung dalam angkatan perang. Sejalan dengan perkembangan konflik bersenjata tersebut berkembang mengenai apa yang disebut dengan tentara anak (Child Soldiers).[1]

A. Sejarah

Telah disebutkan dalam sejarah dan sesuai dengan kebudayaan beberapa warga masyarakat dunia, anak-anak telah diikutsertakan terlibat dalam kampanye militer meskipun terkadang hal-hal yang mereka lakukan tersebut tidak sesuai dengan etika moral. Bahkan beberapa kelompok minoritas menyebutkan bahwa tentara anak telah terjadi sejak zaman kuno tepatnya pada zaman Roma. Diceritakan bahwa sejak zaman tersebut, di daerah lembah Mediterania, para pemuda telah ikut berperang, baik hanya sebagai pembantu, pasukan berkuda, pasukan berbaju besi, hingga prajurit dewasa.[2] Contoh nyata dari penggunaan tentara anak pada zaman kuno ini adalah seperti yang telah dikisahkan dalam:

· Injil, yaitu ketika David (Daud) berperang untuk Raja Saul

· Legenda orang Mesir

· Mitologi Yunani, seperti kisah tentang Hercules dan Hylas

· Filosofi dan literatur lainnya

Lebih parahnya, dalam kelompok militer pada zaman purbakala, anak-anak juga dijadikan sebagai pembawa barang tanpa dipersenjatai. Hal ini semakin membahayakan posisi mereka dengan lebih mudah mendapat serangan dari musuh, seperti yang terjadi pada perang Agincourt[3] dimana anak-anak Inggris pembawa barang dibantai besar-besaran oleh pihak Perancis.

Pada abad pertengahan di Eropa, anak-anak usia dua belas tahun disebut sebagai prajurit pengawal militer. Pada tahun 1212 ada kelompok ekstrimis bernama Children’s Crusade[4] yang merekrut ratusan anak untuk dijadikan sebagai tentara tanpa melatih mereka dengan asumsi bahwa dengan mendefinisikan sendiri tentang sebuah kekuatan, maka tentara anak itu akan mampu mengalahkan musuh dengan lebih baik; dalam legenda disebutkan bahwa mereka yang tidak mau ikut berperang akan dijadikan sebagai budak.

Jadi, prajurit anak terkadang tidak hanya melibatkan kekejaman dari pihak tertentu. Seperti yang terjadi saat ini, tentara anak juga muncul akibat keyakinan mereka tentang pengorbanan yang dianggap mulia.

B. Pengertian

Oleh beberapa pihak, child (anak) didefinisikan sebagai manusia yang masih muda, baik laki-laki maupun perempuan, yang belum atau sedang mengalami masa pubertas yang berusia di bawah kebanyakan orang lainnya. Sedangkan menurut United Nations Convention on The Rights of the Child, anak didefinisikan sebagai setiap manusia berusia di bawah 18 tahun yang memiliki hak untuk mendapat perlindungan hukum yang harus didapat sejak dini.

Sedangkan prajurit anak dapat sendiri didefinisikan oleh Coalition to Stop the Use of Child Soldiers sebagai seseorang berusia di bawah 18 tahun yang merupakan anggota atau bagian dari angkatan bersenjata pemerintah atau angkatan bersenjata lainnya secara tetap maupun tidak tetap atau kelompok politik bersenjata, baik dalam kondisi konflik bersenjata ataupun tidak.

C. Alasan dan Tujuan Penggunaan Anak-Anak

Berdasarkan data yang disebutkan oleh Coalition to Stop the Use of Child Soldiers, ada alasan tertentu mengapa anak-anak tersebut bergabung dalam prajurit anak. Di samping dengan motif pemaksaan dari pihak-pihak tertentu yang melakukan pemaksaan rekrutmen terhadap anak-anak tersebut, ternyata tidak sedikit pula anak-anak tersebut sengaja menggabungkan dirinya sendiri ke dalam keanggotaan militer atau prajurit anak secara sukarela. Alasan yang muncul dari pemaksaan dari kalangan tertentu termasuk pemerintah adalah karena mereka kekurangan sumber daya manusia yang memadai atau hanya sekedar mencari tenaga kerja (prajurit/tentara perang, budak, atau buruh pabrik) dengan upah rendah sehingga menghemat pengeluaran biaya dengan hanya memanfaatkan keluguan dari anak-anak kecil tersebut. Sedangkan alasan yang muncul dari sisi anak-anak sukarelawan adalah agar tetap bertahan hidup. Perang adalah penyebab utama dari munculnya prajurit anak itu sendiri. Keadaan ekonomi dan sosial membuat mereka tergugah untuk tetap mempertahankan hidup dengan melakukan perlawanan bahkan dengan kekerasan. Beberapa prajurit anak mengaku bahwa keinginan untuk membunuh datang muncul dari motif perang itu sendiri dimana bila mereka tidak membunuh, maka merekalah yang akan mati.

Alasan minimnya pendidikan yang mereka dapatkan dan faktor kemiskinan menunjang munculnya keinginan untuk berperang. Kondisi berupa tekanan dan kondisi lingkungan yang mendukung untuk berperang juga meningkatkan potensi prajurit anak. Seorang prajurit anak wanita mengaku ikut bergabung dengan alasan bertahan hidup dan melindungi dirinya dari kekerasan dalam bentuk apapun terhadap dirinya termasuk agar terhindar dari ancaman pelecehan seksual, tujuannya adalah untuk menjadikannya wanita tangguh.

Namun, bagaimanapun juga, child soldier tetaplah bukan suatu hal yang manusiawi. Meskipun diklaim bahwa sebagian tentara anak bergabung secara sukarela, namun kondisi lingkungan yang kurang memadai membuat mereka menjadi terpaksa untuk bergabung (tidak semena-mena secara sukarela). Dan kondisi yang kurang memadai itu adalah hasil eksploitasi dari pihak-pihak berkepentingan tertentu.

D. Child Soldiers di Dunia saat ini

Data dari website Human Rights Watch pada Juli 2007, disebutkan bahwa di lebih dari dua puluh negara di dunia ini, anak-anak ikut berpartisipasi langsung dalam perang. Mengelak bahwa mereka dikategorikan sebagai anak dengan dalih mereka adalah remaja yang mana mereka sering dijadikan subyek kekerasan yang menakutkan, diperkirakan ada sekitar 200.000-300.000 anak-anak ikut serta menjadi prajurit baik sebagai kelompok pemberontak maupun sebagai pasukan pemerintah dalam sautu konflik bersenjata. Tidak hanya di Afrika, tetapi juga terjadi hampir di seluruh belahan dunia ini, yaitu:

· Afrika: Burundi, Somalia, Republik Afrika Tengah, Sudan, Chad, Uganda, Cote d’Ivore, Zimbabwe, Republik Demokratis Kongo, Sierra Leone, Rwanda

· Asia: Burma (Myanmar), Sri Lanka, Irak, Vietnam, Laos, Kamboja, Nepal, Afghanistan, Filipina, Indonesia

· Timur Tengah: Palestina, Iran

· Eropa: Chechnya, Bosnia-Herzegovina, Serbia, United-Kingdom

· Amerika Utara: Kanada, Amerika Utara

· Amerika Latin: Bolivia, Kolumbia, Kuba, Haiti[5]

D:\MY DOCUMENTS\@My Books\Kuliah HI UGM '07 Kelas B\SEMESTER II\HUKUM INTERNASIONAL\Child Soldiers yang baru dari Rifki\ChildSod3.jpg


Peta Lokasi Penggunaan Tentara Anak di Dunia[6]

E. Organisasi di Bidang Child Soldiers

Organisasi di bidang Child Soldiers adalah organisasi yang ikut serta membantu mempertahankan prajurit anak agar mendapatkan haknya selayaknya anak-anak pada umumnya yaitu bermain dan belajar. Organisasi-organisasi tersebut berusaha keras membela dan memperjuangkan hak anak-anak prajurit perang melalui peraturan hukum internasional dan konvensi-konvensi mengenai Hak Azasi Manusia terutama tentang kekerasan anak. Organisasi tersebut juga mendapatkan banyak dukungan dari pemerintahan banyak negara di dunia ini. Mereka mendapat dukungan berupa dibentuknya kesepakatan-kesepakatan untuk memerangi prajurit anak melalui persetujuan perjanjian yang memudahkan perjuangan hak anak-anak.

Saat ini juga telah terbentuk Red Hand Day (Hari Tangan Merah) yaitu hari yang diperingati untuk mengenang dan menggalakkan perhatian public terhadap penggunaan anak sebagai prajurit militer di dalam perang dan konflik bersenjata. Red Hand Day diperingati setiap tahunnya setiap tanggal 12 Februari. Contoh organisasi yang sangat berperan dalam masalah ini adalah Coalition to Stop the Use of Child Soldiers

BAB III

TENTARA ANAK DI KOLOMBIA

I. Konflik di Kolombia

Konflik di kolombia sudah terjadi sejak tahun 1948. Yang telah menewaskan lebih dari 300.000 korban jiwa di periode ini. Pada tahun 1960 muncul pasukan gerilya yang bernama FARC dan ELN yang tujuannya menggulingkan pemerintahan demokratis dan mengubahnya menjadi negara komunis. FARC menguasai 1/3 dari wilayah kolombia. Dan ELN beroperasi di barat daya kolombia. Kedua kelompok ini berkoalisi untuk menggulingkan pemerintahan tetapi di lapangan banyak terjadi konflik antara dua pihak. FARC memperoleh dana dari penculikan anak-anak kecil, protection money, dan penjualan narkoba khususnya “cocain”.

Pihak-pihak yang berkonflik di Kolombia adalah:

FARC-EP’s flaga. Fuerzas Armadas Revolucionarias de Colombia-Ejército del Pueblo (FARC-EP) Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia.

DESKRIPSI à FARC yang berarti Tentara Revolusioner Kolombia, pada mulanya adalah gerakan petani yang memperjuangkan pemerataan pemilikan tanah[7]. 40 tahun silam gerakan ini mengangkat senjata, semula dalam skala kecil. Akhirnya FARC berkembang menjadi gerakan gerilya bersenjata berat, dengan ribuan pasukan. FARC (berdiri tahun 1964) yang berhaluan marxis-lenin(kelompok komunis dan liberal radikal). Bermula sebagai sayap militer dari Colombian Communist Party yang akhirnya berubah menjadi gerakan gerelia[8]. Kelompok beraliran kiri ini menentang kebijakan pemerintah yang banyak berkaitan dengan kapitalisme. FARC-EP masuk dalam daftar teroris Kolombia, Uni Eropa, AS, dan kanada.

TUJUAN à Menginginkan perubahan dalam perpolitikan, ekonomi dan kemiliteran kolombia serta menginginkan zona demiliterisasi di kolombia.

AKTIVITAS à Melakukan tindakan yang bersifat meneror seperti membom, melakukan pembunuhan, mengedarkan narkoba, menculik, memerasan, pembajakan udara, dan juga melakukan tindakan militer konvensional. mereka juga mengadakan berbagai aksi yang meresahkan. Tidak sedikit pemimpin politik, militer, dan orang asing ditawan. Aksi kekerasan, seperti pembunuhan langsung, peledakan bom, pemerkosaan, dan aneka penyimpangan terhadap HAM terus terjadi[9]. Pada februari 2003, FARC menangkap tiga pemborong AS dan membunuh satu Amerika dan suatu Orang Kolumbia ketika pesawat mereka jatuh di Florencia. Warganegara asing sering menjadi target penculikan, FARC memanfaatkanya sebagai ancaman dan juga untuk meminta tebusan. Kelompok ini merekerut anak-anak[10] untuk menambah kekuatan militer mereka.

ANGGOTA à Kira-Kira 9,000 Sampai 12,000 pejuang bersenjata dan beberapa ribu lebih para pendukung, yang kebanyakan berada di area pedesaan[11].

PENDANAAN à Dengan dana sekitar satu miliar dollar AS, yang berasal dari uang tebusan tawanan, peredaran narkotika (narcotrafico), dan pencurian ternak.

b. Ejército de Liberación Nacional (ELN) atau Tentara Pembebasan Nasional.

DESKRIPSI à Kelompok ini mempunyai tujuan, ideologi dan sumberpendanaan yang sama dengan FARC. Hanya saja memiliki anggota yang tidak sebanyak FARC

ANGGOTA à Bekisar antara 3500 sampai 5000 gereliawan yang menentang pemerintah.

Kelompok bersenjata yang ilegal yang tidak ikut dalam proses demobilisasi.

1. Autodefensas Campesinas del Casanare

2. Frente Cacique Pipinta


c. Pemerintah Kolombia

Pihak yang ditentang oleh kelompok bersenjata di kolombia karena adanya perbedaan ideologi. Pemerintah Kolumbia, melalui Colombian Family Welfare Institut, telah melaksanakan usaha bersifat rencana untuk mencegah perekrutan anak-anak dan mengintegrasikan kembali anak-anak ke dalam masyarakat mereka. Sejauh ini presiden Uribe memilih jalan tegas terhadap FARC. Hasilnya tidak menentu. Yang jelas, keamanan Kolombia memang meningkat. Banyak jalan kembali dibuka untuk lalu lintas, tetapi krisis penyanderaan tidak juga terselesaikan. 15 Agustus 200 , Uribe mengizinkan senator pihak oposisi, Piedad Cardoba, untuk berunding dengan FARC. Hasilnya pun negative.

II. Penggunaan Tentara Anak di Kolombia

FARC dan ELN menggunakan anak-anak sebagai tentara. Meskipun ada UU di kolombia tahun 1999 bahwa umur minimal merekrut tentara adalah 18 tahun dan amandemen UN for human right yang menyebutkan bahwa umur minimal untuk masuk ketentaraan antara 15 sampai 18 tahun. Pada akhir tahun 2006 koalisi FARC dan ELN telah merekrut lebih dari 14.000 anak kecil yang rata-rata berumur 12 tahun baik laki-laki maupun anak perempuan. Anak-anak ini diberi pendidikan paramiliter dan gerilya. Mereka bertugas menjadi informan pergerakan pasukan pemerintah, mengikuti perang frontal melawan pasukan pemerintah, bahkan membakar desa.

Banyak alasan anak-anak di Kolombia menjadi tentara anak. Pertama, anak-anak yang menjadi tentara anak umumnya berasal dari keluarga miskin. Mereka masuk FARC atau ELN untuk mendapat gaji. Kedua, anak-anak yang tidak punya orang tua atau orangtuanya meninggal akibat konflik. Mereka hidup sebatang kara dan tidak punya perlindungan atau pelindung dari dunia jalanan yang keras. Ketiga, banyak anak-anak di kolombia yang kelaparan yang hiduo miskin. Mereka bergabung ke kelompok pemberontak karena dengan bergabung dengan pemberontak mereka mendapat makanan[12].

Ada beberapa alasan kelompok koalisi FARC dan ELN menggunakan anak kecil intuk berperang. Yang pertama, sangat mudah mempengaruhi anak kecil di banding orang dewasa. Karena orang dewasa mempunyai anak, rumah, dan keluarga yang harus dipikirkan sedangkan anak kecil tidak ada yang di pikirkan selain dirinya. Yang kedua, FARC dan ELN membutuhkan banyak tentara. Tetapi populasi terbanyak adalah anak –anak. Oleh karena itu anak-anak sangatt di butuhkan untuk mengembangkan tentara. Dan anak-anak biasanya tidak takut separah apa perang itu berlangsung[13].

Pihak pemerintah juga menggunakan anak-anak sebagai informan. Pemerintah memberlakukan program “soldier of a day”. Yang mengizinkan anak-anak masuk ke fasilitas militer pemerintah dan di akhir acara mereka menginterogasi tentang keluarganya. Sering terjadi pelecehan terhadap anak-anak oleh FARC, ELN bahkan tentara pemerintah. Anak-anak perempuan ini biasanya di perkosa, di intimidasi menggunakan senjata bahkan di bunuh dengan cara mutilasi.

III. Proses Perekrutan Tentara Anak di Kolombia

Kolombia merupakan salah satu negara yang menggunakan anak-anak sebagai child soldier. Para gerilyawan menyebut anak-anak yang mereka gunakan sebagai tentara dengan sebutan “little bees” atau abejitas dimana biasanya mereka “menyengat” terlebih dahulu sebelum musuh mereka menyadari bahwa mereka diserang. Child soldier merupakan hal biasa yang terjadi di Kolombia, baik pihak pemerintah maupun gerilyawan menggunakan anak-anak sebagai tentara. Berikut adalah cara bagaimana pemerintah dan gerilyawan merekrut anak-anak untuk dijadikan child soldier.

Beberapa anak dipaksa untuk menjadi tentara anak, yang lain bergabung karena tekanan ekonomi atau tekanan social. Pada kasus terbaru, mereka mau bergabung menjadi tentara karena diberi imbalan uang[14]. Contoh lainnya, anak-anak bergabung dengan FARC-EP, UC-ELN, atau AUC karena disuap atau memiliki hubungan keluarga dengan pihak gerilyawan. Anak-anak tersebut tidak dipaksa untuk bergabung tetapi pada umumnya mereka berasal dari background keluarga yang sangat miskin, dan kurang berpendidikan[15]. Ada juga orang tua yang menyerahkan anaknya pada gerilyawan karena keluarganya tidak dapat menghidupi anak tersebut.

Para gerilyawan biasanya memberi anak-anak tugas sebagai berikut: para gadis biasanya diberi tugas untuk mengurus rumah tangga atau menjadi partner seksual para komandan dan tentara dewasa lainnya. Bila gadis teresbut hamil, dia diberi kebebasan untuk melakukan aborsi atau pun melahirkan bayinya yang kemudian akan diberikan pada orang lain untuk diasuh. Pada awalnya EPL menyangkal mereka menrekrut anak-anak berumur di bawah 16 tahun. Pemimpinnya Francisco Caraballo mengatakan bahwa mereka menerima anak-anak apabila anak-anak tersebut memiliki hubungan keluarga dengan tentaranya. Anak-anak tersebut tidak diperbolehkan ikut dalam peperangan karena aktivitas mereka berbahaya. Tetapi pada bulan April tahun 1996 polisi melaporkan menangkanp seorang gadis berusia 15 tahun digunakan untuk mengumpulkan uang dari para pedagang oleh EPL[16] di Anserma, Caldas. Anak laki-laki biasanya digunakan sebagai tentara, menangkap dan menjaga sandera, sebagai tameng, pembawa pesan, mata-mata, partner seksual, dan sebagai pembawa beban atau pun pembawa bom.Selain beroperasi di Kolombia, FARC juga merekrut anak-anak dari negara lain seperti Bolivia, Ekuador, dan Panama.

Metode yang biasanya digunakan untuk merekrut anak-anak untuk menjadi tentara adalah mengambil mereka dari sekolah, rumah, dan jalan-jalan. Terkadang anak-anak tersebut diperintahkan untuk membunuh orang tua mereka atau tetangga mereka untuk menekankan bahwa mereka tidak akan pernah pulang lagi ke lingkungan asal mereka. FARC bahkan mengkampanyekan perekrutan ke sekolah-sekolah dan rumah penduduk. Menjanjikan para keluarga bahwa mereka akan menerima gaji tetap. FARC juga mempropagandakan cerita kepahlawanan soal berperang pada anak-anak juga memberitahukan pada orang tua bahwa mereka mendapat jaminan keamanan jika mereka merelakan anaknya untuk bergabung menjadi tentara. FARC merekrut anak-anak yang berusia mulai dari 12 tahun.

Selain para gerilyawan, tentara pemerintah juga merekrut anak-anak sebagai anggota mereka. Biasanya anak-anak yang ditangkap dari para gerilyawan atau menurut istilah yang digunakan oleh pemerintah ”diselamatkan” dari para gerilyawan digunakan pemerintah sebagai sumber informasi atau pun mata-mata. Tugas yang diberikan tidak jauh berbeda dengan yang diberikan oleh para gerilyawan. Alasan mengapa para tentara merekrut anak-anak adalah karena anak-anak menjalankan tugas yang diberikan dengan lebih baik daripada orang dewasa.

Berdasarkan catatan militer Kolombia, 7685 anak saat ini bergabung dalam kesatuan polisi nasional, 7551 tergabung dalam tentara, 338 anak tergabung dengan angkatan udara, 83 anak tergabung dalam angkatan laut dan sejumlah 3445 anak berumur antara 13-15 tahun.[17]

BAB IV

PENGIMPLEMENTASIAN INTERNATIONAL CONVENTION

ON THE RIGHTS OF THE CHILD

DALAM MASALAH

TENTARA ANAK DI KOLOMBIA

I. Beberapa Hukum Internasional tentang Tentara Anak

Terdapat beberapa hukum internasional, baik secara eksplisit maupun impisit, yang menyebutkan tentang keterlibatan anak dalam konflik dan peperangan, atau perekrutan anak sebagai tentara dan konsekuensi yang harus dilakukan oleh pihak-pihak yang khususnya telah meratifikasi hukum internasional tersebut.

Hukum-hukum internasional tersebut antara lain:

1. Protocol Additional to the Geneva Conventions of 12 August 1949, and relating to the Protection of Victims of International Armed Conflicts (Protocol 1)

Chapter 11, Pasal 77

Ayat 2:

The Parties to the conflict shall take all feasible measures in order that children who have not attained the age of fifteen years do not take a direct part in hostilities and, in particular, they shall refrain from recruiting them into their armed forces. In recruiting among those persons who have attained the age of fifteen years but who have not attained the age of eighteen years, the Parties to the conflict shall endeavour to give priority to those who are oldest.

(Para negara peserta harus mengambil semua langkah yang tepat untuk menjamin bahwa orang-orang yang belum mencapai usia 15 tahun tidak mengambil suatu bagian langsung dalam permusuhan, Para negara peserta harus menahan diri agar tidak merekrut siapa pun yang belum mencapai usia 15 tahun ke dalam angkatan bersenjata mereka. Dalam merekrut di antara orang-orang tersebut, yang telah mencapai usia 15 tahun tetapi belum mencapai 18 tahun, maka para negara peserta harus berusaha memberikan prioritas kepada yang tertua)

Ayat 3:

If, in exceptional cases, despite the provisions of paragraph 2, children who have not attained the age of fifteen years take a direct part in hostilities and fall into the power of an adverse Party, they shall continue to benefit from the special protection accorded by this Article, whether or not they are prisoners of war.

(Dalam kasus-kasus tertentu, meskipun telah ditetapkan dalam paragraf 2 diatas, anak-anak yang mana belum genap berusia 15 tahun dimana mereka terlibat langsung dalam permusuhan dan termasuk dalam pihak atau kekuatan yang merugikan, mereka akan tetap mendapatkan perlindungan khusus sesuai dengan ketetentuan yang telah ditetapkan dalam pasal ini, meskipun mereka merupakan tahanan perang)


2. Protocol Additional to the Geneva Conventions of 12 August 1949, and Relating to the Protection of Victims of Non-International Armed Conflicts (Protocol II)

PART II HUMANE TREATMENT

Pasal 4

Ayat 3: Children shall be provided with the care and aid they require, and in particular:

(c) Children who have not attained the age of fifteen years shall neither be recruited in the armed forces or groups nor allowed to take part in hostilities;

Pasal 4. Jaminan Dasar

(c). Anak-anak yang mana belum genap berusia 15 tahun seharusnya tidak direkrut sebagai anggota dari suatu angkatan bersenjata atau kelompok bersenjata, dan tidak pula mereka diperbolehkan untuk berperan dalam permusuhan.

(d) The special protection provided by this Article to children who have not attained the age of fifteen years shall remain applicable to them if they take a direct part in hostilities despite the provisions of sub-paragraph (c) and are captured;

(Perlindungan khusus yang ditetapkan dalam pasal ini ditujukan kepada anak-anak yang belum genap berusia 18 tahun akan tetap diterapkan terhadap mereka yang sekalipun terlibat dalam pertikaian bersenjata, sesuai dengan ketentuan dalam sub-bagian (c) dan lebih difokuskan)

(e) Measures shall be taken, if necessary, and whenever possible with the consent of their parents or persons who by law or custom are primarily responsible for their care, to remove children temporarily from the area in which hostilities are taking place to a safer area within the country and ensure that they are accompanied by persons responsible for their safety and well-being

(Langkah-langkah yang harus diambil, jika diperlukan, dan jika memungkinkan atas persetujuan orangtua atau pihak yang secara hukum ataupun secara kebiasaan bertanggungjawab untuk mengasuh, memindahkan anak-anak ke tempat yang jauh dari area permusuhan dan lebih aman di dalam negeri dan memastikan bahwa mereka didampingi oleh pihak yang bertanggung jawab atas keselamatan mereka)


3. Rome Statute of the International Criminal Court

Pasal 8

Ayat 2:

For the purpose of this Statute, "war crimes" means:

(b) Other serious violations of the laws and customs applicable in international armed conflict, within the established framework of international law, namely, any of the following acts:

(xxvi) Conscripting or enlisting children under the age of fifteen years into the

national armed forces or using them to participate actively in hostilities.

(Demi tujuan perundang-undangan ini, “kejahatan perang” diartikan:

(b) kekerasan-kekerasan lain yang menyalahi hukum dan kebiasaan termasuk didalamnya pertikaian bersenjata, yang telah ditetapkan dalam kerangka kerja hukum Internasional, disebutkan, dan salah satunya:

(xxvi) Mewajibmiliterkan atau mendaftarkan anak-anak dibawah usia 15 tahun kedalam angkatan bersenjata nasional ataupun mempergunakan mereka dalam partisipasi permusuhan.

4. ILO CONVENTION 182 (Convention Concerning The Prohibition and immediate action for the elimination of the worst forms of child labour), 17 Juni 1999

Pasal 1

Each Member which ratifies this Convention shall take immediate and effective measures to secure the prohibition and elimination of the worst forms of child labour as a matter of urgency

(Negara-negara yang meratifikasi Konvensi ini harus secara cepat dan efektif mengambil setiap tindakan untuk menjamin pelarangan dan eliminasi terhadp segala bentuk perburuhan anak yang paling buruk sebagai suatu masalah yang amat penting)

Pasal 3

For the purposes of this Convention, the term "the worst forms of child labour" comprises:

all forms of slavery or practices similar to slavery, such as the sale and trafficking of children, debt bondage and serfdom and forced or compulsory labour, including forced or compulsory recruitment of children for use in armed conflict

(Demi tujuan konvensi ini, bentuk-bentuk perburuhan anak yang terburuk menyangkut atau termasuk di dalamnya: “segala bentuk perbudakan atau praktik-praktik yang mirip dengannya, semisal penjualan dan trafficking anak-anak, perbudakan karena hutang, dan perbudakan lain dan buruh-buruh yang dipekerjakan secara paksa atau wajib, termasuk perekrutan paksa atau wajib terhadap anak-anak untuk digunakan dalam pertikaian bersenjata)

5. African Charter on the Rights and Welfare of the Child, 29 November 1999

Pasal 16: Protection Against Child Abuse and Torture

1. States Parties to the present Charter shall take specific legislative, administrative, social and educational measures to protect the child from all forms of torture, inhuman or degrading treatment and especially physical or mental injury or abuse, neglect or maltreatment including sexual abuse, while in the care of the child

(Negara-negara yang terlibat dalam Piagam ini berkewajiban untuk mengambul langkah-langkah legislatif, administratif, social, dan pendidikan untuk melindungi anak dari segala bentuk penyiksaan, perlakuan yang tidak manusiawi, dan tindakan-tindakan yang berakibat buruk terhadap fisik maupun mental, penganiayaan, termasuk di dalamnya pelecehan seksual saat member perlindungan kepada anak)

2. Protective measures under this Article shall include effective procedures for the establishment of special monitoring units to provide necessary support for the child and for those who have the care of the child, as well as other forms of prevention and for identification, reporting referral investigation, treatment, and follow-up of instances of child abuse and neglect

(Ukuran perlindungan yang ditetapkan dalam pasal ini mencakup prosedur yang efektif guna menetapkan unit-unit pengamatan khususuntuk memberikan dukungan penting bagi anak-anak dan masyarakat yang peduli terhadap anak, sama halnya dengan bentuk-bentuk perlindungan lain dan untuk mengindentifikasi, melaporkan hasil investigasi, perlakuan, dan penindaklanjutan kasus kekerasan terhadap anak dan segala bentuk ketidakpeduliannya)

.

Article 22: Armed Conflicts

1. States Parties to this Charter shall undertake to respect and ensure respect for rules of international humanitarian law applicable in armed conflicts which affect the child.

(Para negara peserta berusaha menghormati dan menjamin penghormatan terhadap peraturan-peraturan hukum humaniter internasional yang dapat berlaku dalam pertikaian bersenjata yang berpengaruh terhadap anak)

2. States Parties to the present Charter shall take all necessary measures to ensure that no child shall take a direct part in hostilities and refrain in particular, from recruiting any child.

(Anak-anak yang mana belum genap berusia 15 tahun seharusnya tidak direkrut sebagai anggota dari suatu angkatan bersenjata atau kelompok bersenjata, dan tidak pula mereka diperbolehkan untuk berperan dalam permusuhan)

.


II. Latar Belakang Perumusan Convention on The Rights of The Child (CRoC) dan Protokol Opsionalnya

Diantara semua hukum internasional yang berhubungan dengan anak, Convention on The Rights of The Child (CRoC) adalah yang paling penting. Hal ini dikarenakan dalam konvensi yang dihadiri oleh 193 negara dan ditandatangani oleh 140 negara itu, dapat menjelaskan dengan lebih detail tentang anak berserta hak-haknya dibandingkan dengan hukum-hukum internasional lainnya.

Gagasan mengenai hak anak bermula sejak berakhirnya Perang Dunia I sebagai reaksi atas penderitaan yang timbul akibat dari bencana peperangan terutama yang dialami oleh kaum perempuan dan anak-anak. Liga Bangsa-Bangsa saat itu tergerak karena besanya jumlah anak yang menjadi yatim piatu akibat perang. Awal bergeraknya ide hak anak bermula dari gerakan para aktivis perempuan yang melakukan protes dan meminta perhatian publik atas nasib anak-anak yang menjadi korban perang. Salah seoang di antara para aktivis tersebut yakni yang bernama Eglantyne Jebb (pendiri Save the Children) kemudian mengembangkan sepuluh butir pernyataan tentang hak anak atau rancangan deklarasi hak anak (Declaration of The Rights of The Child) yang pada tahun 1923 diadopsi oleh lembaga Save The Children Fund International Union. Kemudian pada tahun 1924 untuk pertama kalinya Deklarasi Hak Anak diadopsi secara Internasional oleh Liga Bangsa-Bangsa. Deklarasi ini dikenal juga sebagai Deklarasi Jenewa.

Setelah berakhirnya Perang Dunia II, pada tahun 1948 Majelis Umum PBB kemudian mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pada tanggal 10 Desember. Peristiwa ini yang kemudian pada setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Hak Asasi Manusia se-dunia ini menandai perkembangan penting dalam sejarah HAM dan beberapa hal menyangkut hak khusus bagi anak-anak tercakup dalam deklarasi ini.

Pada tahun 1959 Majelis Umum PBB kembali mengeluarkan Pernyataan mengenai Hak Anak yang merupakan deklarasi internasional kedua bagi hak anak. Tahun 1979 saat dicanangkannya Tahun Anak Internasional, Pemerintah Polandia mengajukan usul bagi perumusan suatu dokumen yang meletakkan standar internasional bagi pengakuan terhadap hak-hak anak dan mengikat secara yuridis. Inilah awal perumusan Konvensi Hak Anak. Tahun 1989, rancangan Konvensi Hak Anak diselesaikan dan pada tahun itu juga naskah akhir tersebut disahkan dengan suara bulat oleh Majelis Umum PBB tanggal 20 November 1989 dan mulai berlaku pada tanggal 2 September 1990.[18]

Dalam pelaksanaannya di lapangan, ternyata CRoC masih belum efektif fungsinya, terkhusus di dalam menangani permasalahan perekrutan anak untuk menjadi tentara. CRoC belum mengatur secara jelas perekrutan yang dilakukan oleh pihak non-pemerintah. Selain itu, belum pula dijelaskan tentang batas usia perekrutan anak-anak secara sukarela untuk menjadi tentara. Oleh karena itu, untuk mengatasi kekurangan-kekurangan tersebut dirumuskanlah Optional Protocol to the Convention on The Rights of The Child on the involvement of children in armed conflict yang dibuat pada tanggal 25 Mei 2000 dan mulai berlaku pada tanggal 12 Februari 2002.

III. Kasus Tentara Anak di Kolombia dalam Perspektif CroC dan Protokol Optionalnya

Kolombia sebagai salah satu negara yang telah meratifikasi CRoC pada tanggal 28 Januari 1991 dan juga telah meratifikasi Protokol Opsionalnya pada tanggal 25 Mei 2005, sudah tentu memilki kewajiban untuk dapat menjalankan semua yang tertuang dalam konvensi dan protokol opsionalnya tersebut. Namun pada kenyataannya, Kolombia telah melanggar begitu banyak pasal yang terkandung dalam dua hukum internasional tersebut, terkhusus dalam permasalahan tentara anak.

Pelanggaran-pelanggaran kasus tentara anak di Kolombia dalam perspektif CRoC antara lain:

1. Pasal 9, ayat 1:

States Parties shall ensure that a child shall not be separated from his or her parents against their will, except when competent authorities subject to judicial review determine, in accordance with applicable law and procedures, that such separation is necessary for the best interests of the child.

(Negara-negara Pihak harus menjamin bahwa seorang anak tidak dapat dipisahkan dari orang tuanya, secara bertentangan dengan kemauan mereka, kecuali ketika penguasa yang berwenang dengan tunduk pada yudicial review menetapkan sesuai dengan prosedur dan hukum yang berlaku bahwa pemisahan tersebut diperlukan demi kepentingan-kepentingan terbaik anak)

Dan Pasal 37 (a)-(d):

States Parties shall ensure that:

(a) No child shall be subjected to torture or other cruel, inhuman or degrading treatment or punishment. Neither capital punishment nor life imprisonment without possibility of release shall be imposed for offences committed by persons below eighteen years of age;

(Tidak seorang anak pun dapat dijadikan sasaran penganiayaan, atau perlakuan kejam yang lain, tidak manusiawi atau hukuman yang menghinakan. Baik hukuman mati atau pemenjaraan seumur hidup tanpa kemungkinan pembebasan, tidak dapat dikenakan untuk pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh orang-orang di bawah umur delapan belas tahun)

(b) No child shall be deprived of his or her liberty unlawfully or arbitrarily. The arrest, detention or imprisonment of a child shall be in conformity with the law and shall be used only as a measure of last resort and for the shortest appropriate period of time;

(Tidak seorang anak pun dapat dirampas kebebasannya secara melanggar hukum atau dengan sewenang-wenang. Penangkapan, penahanan atau pemenjaraan seorang anak harus sesuai dengan undang-undang, dan harus digunakan hanya sebagai upaya jalan lain terakhir dan untuk jangka waktu terpendek yang tepat)

(c) Every child deprived of liberty shall be treated with humanity and respect for the inherent dignity of the human person, and in a manner which takes into account the needs of persons of his or her age. In particular, every child deprived of liberty shall be separated from adults unless it is considered in the child's best interest not to do so and shall have the right to maintain contact with his or her family through correspondence and visits, save in exceptional circumstances

(Setiap anak yang dirampas kebebasannya harus diperlakukan manusiawi dan menghormati martabat manusia yang melekat, dan dalam suatu cara dan mengingat akan kebutuhan-kebutuhan orang pada umurnya. Terutama, setiap anak yang dirampas kebebasannya harus dipisahkan dari orang dewasa kecuali penempatannya itu dianggap demi kepentingan si anak dan harus mempunyai hak untuk mempertahankan kontak dengan keluarga melalui surat-menyurat dan kunjungan, kecuali bila dalam keadaan-keadaan luar biasa)

(d) Every child deprived of his or her liberty shall have the right to prompt access to legal and other appropriate assistance, as well as the right to challenge the legality of the deprivation of his or her liberty before a court or other competent, independent and impartial authority, and to a prompt decision on any such action

(Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak atas akses segera ke bantuan hukum dan bantuan lain yang tepat, dan juga hak untuk menyangkal keabsahan perampasan kebebasannya, di hadapan suatu pengadilan atau penguasa lain yang berwenang, mandiri dan adil, dan atas putusan segera mengenai tindakan apa pun semacam itu)

à Pelanggaran Kolombia adalah perekrutan anak untuk menjadi tentara antara lain adalah dengan jalan memaksa, menculik, dan memisahkan mereka dari orang tuanya tanpa memperoleh hak untuk mendapat bantuan hukum. Terkadang anak-anak tersebut diperintahkan untuk membunuh orang tua mereka atau tetangga mereka untuk menekankan bahwa mereka tidak akan pernah pulang lagi ke lingkungan asal mereka.

2. Pasal 19, ayat 1:
States Parties shall take all appropriate legislative, administrative, social and educational measures to protect the child from all forms of physical or mental violence, injury or abuse, neglect or negligent treatment, maltreatment or exploitation, including sexual abuse, while in the care of parent(s), legal guardian(s) or any other person who has the care of the child
(Negara-negara Pihak harus mengambil semua tindakan legislatif, administratif, sosial dan pendidikan yang tepat untuk melindungi anak dari semua bentuk kekerasan fisik atau mental, luka-luka atau penyalahgunaan, penelantaran atau perlakuan alpa, perlakuan buruk atau eksploitasi, termasuk penyalahgunaan seks selam dalam pengasuhan (para) orang tua, wali hukum atau orang lain manapun yang memiliki tanggung jawab mengasuh anak)
à Anak-anak yang dijadikan tentara mengalami berbagai macam bentuk tindakan kekerasan fisik dan mental serta mengalami pelecehan seksual. Namun hal ini belum mendapat perhatian khusus dari pemerintah untuk menindaklanjutinya.
3. Pasal 27, Ayat 1-3:

1. States Parties recognize the right of every child to a standard of living adequate for the child's physical, mental, spiritual, moral and social development

(Negara-negara Pihak mengakui hak setiap anak atas suatu standar kehidupan yang memadai bagi perkembanganfisik, mental, spiritual, moral dan sosial anak)

2. The parent(s) or others responsible for the child have the primary responsibility to secure, within their abilities and financial capacities, the conditions of living necessary for the child's development

(Orang tua atau orang-orang lain yang bertanggung jawab atas anak itu mempunyai tanggung jawab primer untuk menjamin di dalam kesanggupan dan kemampuan keuangan mereka, penghidupan yang diperlukan bagi perkembangan si anak)

3. States Parties, in accordance with national conditions and within their means, shall take appropriate measures to assist parents and others responsible for the child to implement this right and shall in case of need provide material assistance and support programmes, particularly with regard to nutrition, clothing and housing

(Negara-negara Pihak, sesuai dengan keadaan-keadaan nasional dan di dalam sarana-sarana mereka, harus mengambil langkah-langkah yang tepat untuk membantu orang tua dan orang-orang lain yang bertanggung jawab atas anak itu untuk melaksanakan hak ini, dan akan memberikan bantuan material dan mendukung program-program, terutama mengenai gizi, pakaian dan perumahan)

. à Inti dari pasal ini adalah bagaimana usaha yang harus dilakukan oleh pemerintah dan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang kondusif, khususnya dalam hal financial. Namun pada kenyataannya, motif terbesar dari perekrutan tentara anak di Kolombia adalah masalah kemiskinan.

4. Pasal 32, Ayat 1:

States Parties recognize the right of the child to be protected from economic exploitation and from performing any work that is likely to be hazardous or to interfere with the child's education, or to be harmful to the child's health or physical, mental, spiritual, moral or social development.

(Negara-negara Pihak mengakui hak anak untuk dilindungi dari eksploitasi ekonomi dan dari melakukan setiap pekerjaan yang mungkin berbahaya atau mengganggu pendidikan si anak, atau membahayakan kesehatan si anak atau pengembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosialnya)

à Menjadikan anak sebagai tentara jelas-jelas merupakan pekerjaan yang sangat berbahaya dan mengganggu perkembangan anak, baik secara psikis dan mental. Anak laki-laki biasanya digunakan sebagai tentara, menangkap dan menjaga sandera, sebagai tameng, pembawa pesan, mata-mata, partner seksual, dan sebagai pembawa beban atau pun pembawa bom.

5. Pasal 34 (a) dan (b):

States Parties undertake to protect the child from all forms of sexual exploitation and sexual abuse. For these purposes, States Parties shall in particular take all appropriate national, bilateral and multilateral measures to prevent:

(a) The inducement or coercion of a child to engage in any unlawful sexual activity;

(b) The exploitative use of children in prostitution or other unlawful sexual practices

(Negara-negara Pihak berusaha melindungi anak dari semua bentuk eksploitasi seksual dan penyalahgunaan seksual. Untuk tujuan-tujuan ini, maka Negara-negara Pihak harus terutama mengambil semua langkah nasional, bilateral dan multilateral yang tepat, untuk mencegah: (a) Bujukan atau pemaksaan terhadap seorang anak untuk terlibat dalam setiap aktivitas seksual yang melanggar hukum. (b) Penggunaan eksploitatif terhadap anak-anak dalam pelacuran, atau praktek-praktek seksual lainnya yang melanggar hukum)

à Sebagian besar tentara anak yang perempuan mengalami tindakan pelecehan seksual para komandan dan tentara dewasa lainnya. Bila gadis tersebut hamil, dia diberi kebebasan untuk melakukan aborsi atau pun melahirkan bayinya yang kemudian akan diberikan pada orang lain untuk diasuh.

6. Pasal 38, Ayat 1-4:

1. States Parties undertake to respect and to ensure respect for rules of international humanitarian law applicable to them in armed conflicts which are relevant to the child.

(Negara-negara Pihak berusaha menghormati dan menjamin penghormatan terhadap peraturan-peraturan hukum humaniter internasional yang dapat berlaku bagi mereka dalam konflik bersenjata yang relevan bagi anak itu)

2. States Parties shall take all feasible measures to ensure that persons who have not attained the age of fifteen years do not take a direct part in hostilities.

(Negara-negara Pihak harus mengambil semua langkah yang tepat untuk menjamin bahwa orang-orang yang belum mencapai umur lima belas tahun tidak mengambil suatu bagian langsung dalam permusuhan)

3. States Parties shall refrain from recruiting any person who has not attained the age of fifteen years into their armed forces. In recruiting among those persons who have attained the age of fifteen years but who have not attained the age of eighteen years, States Parties shall endeavour to give priority to those who are oldest.

(Negara-negara Pihak harus mengekang diri agar tidak menerima siapa pun yang belum mencapai umur lima belas tahun ke dalam angkatan bersenjata mereka. Dalam menerima di antara orang-orang tersebut, yang telah mencapai umur lima belas tahun tetapi belum mencapai umur delapan belas tahun maka Negara-negara Pihak harus berusaha memberikan prioritas kepada mereka yang tertua)

4. In accordance with their obligations under international humanitarian law to protect the civilian population in armed conflicts, States Parties shall take all feasible measures to ensure protection and care of children who are affected by an armed conflict

(Sesuai dengan kewajiban-kewajiban mereka menurut hukum humaniter internasional untuk melindungi penduduk sipil dalam konflik bersenjata, maka Negara-negara Pihak harus mengambil semua langkah yang tepat untuk menjamin perlindungan dan pengasuhan anak-anak yang dipengaruhi oleh suatu konflik bersenjata)

à Pasal ini dengan sangat jelas melarang adanya perekrutan anak di bawah 15 tahun untuk menjadi tentara. Namun pada kenyataannya, Pada akhir tahun 2006 koalisi FARC dan ELN telah merekrut lebih dari 14.000 anak kecil yang rata-rata berumur 12 tahun baik laki-laki maupun anak perempuan. Anak-anak ini diberi pendidikan paramiliter dan gerilya. Mereka bertugas menjadi informan pergerakan pasukan pemerintah, mengikuti perang frontal melawan pasukan pemerintah, bahkan membakar desa.

Pelanggaran-pelanggaran kasus tentara anak di Kolombia dalam perspektif Optional Protocol to the Convention on The Rights of The Child on the involvement of children in armed conflict antara lain:

1. Pasal 1

States Parties shall take all feasible measures to ensure that members of their armed forces who have not attained the age of 18 years do not take a direct part in hostilities.

2. Article 2

States Parties shall ensure that persons who have not attained the age of 18 years are not compulsorily recruited into their armed forces.

3. Article 3

1. States Parties shall raise the minimum age for the voluntary recruitment of persons into their national armed forces from that set out in article 38, paragraph 3, of the Convention on the Rights of the Child, taking account of the principles contained in that article and recognizing that under the Convention persons under the age of 18 years are entitled to special protection

2. Each State Party shall deposit a binding declaration upon ratification of or accession to the present Protocol that sets forth the minimum age at which it will permit voluntary recruitment into its national armed forces and a description of the safeguards it has adopted to ensure that such recruitment is not forced or coerced

3. States Parties that permit voluntary recruitment into their national armed forces under the age of 18 years shall maintain safeguards to ensure, as a minimum, that:

(a) Such recruitment is genuinely voluntary;

(b) Such recruitment is carried out with the informed consent of the person's parents or legal guardians;

(c) Such persons are fully informed of the duties involved in such military service;

(d) Such persons provide reliable proof of age prior to acceptance into national military service.

4. Article 4

1. Armed groups that are distinct from the armed forces of a State should not, under any circumstances, recruit or use in hostilities persons under the age of 18 years

2. States Parties shall take all feasible measures to prevent such recruitment and use, including the adoption of legal measures necessary to prohibit and criminalize such practices.

3. The application of the present article shall not affect the legal status of any party to an armed conflict.

à Secara garis besar, keempat pasal tersebelu melarang perekrutan seseorang yang belum mencapai umur 18 tahun. Dan Kolombia jelas-jelas melanggar batasan umur tersebut. Bahkan seperti yang telah dicantumkan pada pelanggaran sebelum di CroC, Kolombia merekrut anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun.

à Dalam pasal 4 ayat 1 menetapkan kelompok bersenjata di luar angkatan bersenjata negara untuk, dalam kondisi apa pun, untuk tidak merekrut atau melibatkan secara langsung dalam kekerasan mereka yang belum berusia 18 tahun. Lebih lanjut, ayat 3 menetapkan penerapan ketentuan ini tidak lantas mengubah status legal suatu kelompok bersenjata. Hal ini jelaslah dilanggar oleh Kolombia karena baik pihak pemerintah maupun pihak non pemerintah (FARC dan ELN) tetap merekrut anak untuk menjadi tentara sampai sekarang.

IV. Perkembangan Tentara Anak di Kolombia

Dari hasil laporan mengenai HAM, Tentara anak sampai sekarang masih terus ada di 25 negara termasuk Kolombia[19], dari awal tahun 90-an isu mengenai tentara anak sudah mulai hangat dibicarakan. Dari tahun 1990-sekarang militer AS memberikan asistensi kepada negara-negara yang memaikai tantara dibawah umur[20]. Ini membuktikan, sampai sekarang tentara anak memang masih ada dan jumlahnya pun bisa dibilang tidak sedikit.

Ada beberapa kasus yang membuktikan kalau tentara anak masih digunakan:

Tahun 2000, UNICEF telah membangun, serta ikut berpartisipasi dalam kelembagaan yang mengurusi demobilisai tentara anak[21]. Diluar urusan intervensi, anak-anak memang membutuhkan pembelaan untuk hidup sebagai mana anak lain hidup.

Pada Juni 2003, Lebih dari 11000-16000 anak-anak terlibat dalam konflik bersenjata di Colombia, salah satu negara dengan jumlah tentara anak yang paling tinggi di dunia. Di tahun ini juga UNICEF berhasil membebaskan 40 tentara anak, pembebasan ini dilakukan oleh suatu kelompok yang mempunyai sifat kemiliteran yang bernama AUC (United Self Defence forces).

Febuari 2008, George W Bush bertemu dengan Presiden Kolombia Álvaro Uribe untuk membahas tentang buruknya pegakan HAM di kolombia, termasuk dalam persoalan anak-anak sebagai penguat niliter bagi pasukan pemberontak FARC dan ELN. Masalah yang tak kunjung selesai ini tetap akan terus di tindak lanjuti seperti bantuan asistensi untuk tentara anak yang diberikan AS melaluli pihak kemiliteran AS[22]. Dibulan ini dewan keamanan PBB dengan mengatas namakan HAM juga menuntut memberikan sanksi pada pemerintah ataupun pasukan bersenjata illegal yang memakai anak-anak berusia 18 tahun kebawah untuk kepentingan militer. Ada banyak kelompok gereliyawan di berbagai Negara yang mengunakan tentara anak-anak, salah satunya adalah kolombia sengan FARC dan ELN-nya

Dari beberapa data di atas, bisa kita lihat kalau perkembangan child soldier di Kolombia masih saja terus ada sampai sekarang, walaupun sudah banyak pihak yang mengecam tindakan tersebut. Susahnya menghilangkan child sholdier itu sendiri disebabkan karena anak-anak disana secara tidak langsung merasa sukarela dalam menjalani profesinya sebagai tentara anak-anak. Ini dikarenakan apabila mereka tidak bergabung maka mereka akan hidup lebih sengsara, seperti kemiskinan, kurangnya pangan dan lain-lain.

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan kasus tentara anak di Kolombia yang sampai saat ini belum mendapatkan tindakan yang tegas dari dunia internasional, kami mengambil kesimpulan bahwa betapa rendahnya daya ikat dalam hukum internasional kepada negara-negara yang telah meratifikasinya. Kolombia sebagai salah satu negara yang telah meratifikasi Konvensi Hak Anak Internasional dan Protokol Opsional, di mana dalam kedua hukum internasional tersebut dijelaskan, baik secara eksplisit maupun implist, tentang anak dan tentara anak, tetap saja dilanggar dalam prakteknya dengan berbagai alasan. Susahnya menghilangkan tentara anak itu sendiri disebabkan karena klaim dari pemerintah setempat bahwa anak-anak disana secara tidak langsung merasa sukarela dalam menjalani profesinya sebagai tentara anak.

Menurut kami, secara kodrat, tidak mungkin bagi seorang anak untuk merelakan dirinya menjadi tentara dan ikut berperang sampai harus kehilangan nyawa. Anak-anak sebagai bagian dari strata sosial masyarakat yang masih memerlukan pendidikan, bimbingan serta kebebasan untuk menentukan nasibnya dipaksa untuk meninggalkan masanya dengan hal yang sama sekali bertentangan dengan waktunya yakni direkrut menjadi tentara perang (child soldiers). Tentu kondisi lingkungan mereka yang sedang berkonflik akan sangat mempengaruhi psikis dan pikiran sehingga dengan menjadi tentara bagi mereka adalah pilihan yang terbaik. Selain itu, himpitan ekonomi dan ancaman dari berbagai pihak juga menjadi faktor mengapa anak-anak tersebut terkesan merelakan diri untuk menjadi tentara mengingat kondisi mereka sebagai anak-anak yang masih sangat labil.

Semua itu kembali kepada tanggung jawab negara yang bersangkutan secara moral untuk dapat menaati semua ketentuan dalam hukum internasional yang telah disepakati. Perekrutan anak-anak untuk dijadikan angkatan perang sudah dapat dipastikan merupakan pelanggaran terhadap kewajiban internasional. Pelanggaran tersebut nampak pada tidak diindahkannya ketentuan-ketentuan di dalam Hukum Internasional yang mengatur mengenai larangan keterlibatan anak-anak di dalam konflik bersenjata. Hal itulah mendasari mengapa negara yang tidak mengindahkan ketentuan di dalam Hukum Internasional dapat dikatakan sebagai tindakan melanggar hukum secara internasional.

Selain itu, diperlukan juga tindakan yang lebih tegas oleh masyarakat internasional perihal tentara anak ini. Setiap negara harus konsisten menaati semua ketentuan yang ada dalam hukum internasional mengenai anak dan tentara anak ini. Tindakan yang tegas juga harus diambil oleh organisasi-organisasi internasional terhadap negara-negara yang sampai saat ini masih menggunakan tentara anak. Jangan sampai permasalahan ini dipandang sebelah mata karena anak-anak adalah harapan masa depan bangsa. Menjaga dan melindungi anak dari setiap bentuk kekerasan yang terjadi baik secara fisik maupun psikis adalah tanggung jawab semua pihak. Apabila anak-anak sudah sedari kecil dididik untuk berkelahi, berperang, dan membunuh, lantas bagaimana masa depan dunia nantinya?

DAFTAR PUSTAKA

Rosen, Armies of the Young: Child Soldiers in War and Terrorism.

Sebastian Brett, You'll Learn Not to Cry: Child Combatants in Columbia, ed. Joanne Mariner, Human

Rights Watch, Americas Division (New York, NY: Human Rights Watch, 2003).

Wawancara Human Rights Watch Francisco Caraballo, Penjara Itagüí , Antioquia, 3 Juli, 1996; dan “Menor del EPL,” La Patria, 19 April , 1996.

http://uiihukum.multiply.com/journal/item/2

www.wikipedia.org/wiki/military_use_of_children

www.en.wikipedia.org/wiki/military_use_of_children

http://www.ploughshares.ca/imagesarticles/ACR99/ChildSod3.jpg

http://www.ranesi.nl/articlesbytag?tag=Hugo+Ch%C3%A1vez%3A+Juru+Damai+Kolombia%3F

http://wikipedia.org/Revolutionary_Armed_Forces_of_Colombia

http://www.un.org/children/conflict/english/colombia

http://www.fas.org/irp/world/para/farc

http://hrw.org/english/docs/1998/10/08/colomb1365.htm

http://www.nacla.org/art_display.php?art=2531

http://www.elsam.or.id/pdf/kursusham/Konvensi_Hak_Anak.pdf

http://www.cdi.org/PDFs/ChildSoldiersUpdate2006Charts.html

http://www.unicef.org/media/news_unicef

http://www.progressonline.org.uk/TroubledTimes



[1] http://uiihukum.multiply.com/journal/item/2

[2] www.wikipedia.org/wiki/military_use_of_children

[3] Perang Agincourt: perang 100 tahun (1337-1453) antara Inggris dan Perancis

[4] Crusade: seseorang yang berusaha dengan giat, sebagian menerjemahkan sebagai Perang Salib

[5] www.en.wikipedia.org/wiki/military_use_of_children

[7] http://www.ranesi.nl/articlesbytag?tag=Hugo+Ch%C3%A1vez%3A+Juru+Damai+Kolombia%3F

[8] http://wikipedia.org/Revolutionary_Armed_Forces_of_Colombia

[9] Kompas, 27 Maret 2008

[10] http://www.un.org/children/conflict/english/colombia

[11] http://www.fas.org/irp/world/para/farc

[14] Rosen, Armies of the Young: Child Soldiers in War and Terrorism.

[15] Sebastian Brett, You'll Learn Not to Cry: Child Combatants in Columbia, ed. Joanne Mariner, Human

Rights Watch, Americas Division (New York, NY: Human Rights Watch, 2003).

[16] Wawancara Human Rights Watch Francisco Caraballo, Penjara Itagüí , Antioquia, 3 Juli, 1996; dan “Menor del EPL,” La Patria, 19 April , 1996.

[17] Berdasarkan laporan angkatan bersenjata Kolombia 8 Mei 1998

[20] ibid

[21] http://www.unicef.org/media/news_unicef

[22] http://www.progressonline.org.uk/TroubledTimes

1 komentar: