Kamis, 22 Juli 2010

Me, Being Single, Then So What?

Sebenarnya saya paling malas mereview bagian relasi saya, tetapi dengan semakin bayak orang tanya, PW wisudamu mana sih ris? Saya seperti dibawa memorabilia, meneropong masa-masa saya belum disodori pertanyaan itu.

Masa-masa SMA adalah ketika saya mengkonsumsi banyak imajinasi “a fairy tale come true”. Saya sangat tersanjung memiliki pasangan yang berada dalam kadar “ideal” dalam perspektif banyak orang. Mahasiswa UGM dengan jurusan grade favorit, sopan, pendek kata oke banget dibawa ke kondangan kalau ketemu temen-temennya bapak atau ibu. Dia semangat besar saya masuk Gadjah Mada. Hampir tiga tahun kami, lebih tepatnya saya berusaha untuk patuh pada komimen yang kami buat. Sampai akhirnya komitmen tersebut berakhir dengan kata klise:bosan. Saya mengartikan istilah bosan tersebut dengansaya membosankan. Dan alasan itu pula yang kemudian membuat saya dengan mudah mengartikan komitmen yang dia buat dengan orang lain diluar sepengetahuan saya. Saya kehilangan kendali atas diri saya sampai beberapa bulan. Lebih tepatnya saya berada dalam titik degradasi kepercayaan diri.

Saya perlu masa rehealing yang cukup lama sampai pada akhirnya saya bertemu orang lain. Kali ini memang lebih sanguinis. Jauh dari ekspektasi orang mengenai tipikal favorit saya. Bukan anak UGM, tidak dengan TOEFL score bagus, dan tidak dengan topik bahasan yang sama dengan saya. Saya tidak peduli dengan pendapat orang, toh saya nyaman dengan kondisi tersebut. Saya sangat berharap dapt keluar dari dogma “relasi mebosankan”. Waktu itu saya memang melakukan banyak hal yang sebelumnya jauh dari kebiasaan saya yang sangat “on schedule”. He’s not much at look, not a hero out of the book, but I do love him. Simpel sekali jawaban saya saat itu. Tapi lagi-lagi, komitmen tersebut berakhir tidak dengan kemauan saya. Sekeras apapun saya bertahan, saya tidak dapat memberi alasan yang lebih baik untuk menyangkal kalimat “Kamu terlalu baik untuk aku”. Saya sakit bukan karena merasa pengorbanan long distance yang pada akhirnya menjadi sia-sia, tapi karena waktu itu saya benar-benar kehilangan. Dan lagi-lagi saya harus terima bahwa ada komitmen lain selain komitmen dengan saya. Fortunately, saat-saat labil tersebut saya alami pada masa KKN. Thank’s God saya ditemani oleh teman-teman yang benar-benar menguatkan.

Lalu jika sekarang saya tidak sedang berkomitmen dengan siapapun, apakah karena saya masih berada dalam zona ketakutan saya? Saya rasa bukan. Toh saya masih mampu melakukan banyak hal. Prestasi saya juga tidak pernah turun. Saya memang berhati-hati tetapi tidak sedikitpun menutup diri. Saya memang berteman dengan siapapun, tapi memang saya belum bertemu orang yang tepat mau diapakan lagi? Saya bukan pemilih, tetapi kali ini setelah berulangkali gagal, saya benar-benar meminta kontribusi Tuhan dalam porsi yang lebih banyak untuk memilihkan yang terbaik untuk saya. Dan saya lebih mengikuti kata hati saya daripada logika-logika “Prince Charming” ideal saya. Passion, kali ini saya yakini adalah sinyal yang akan diberikan tuhan untuk menunjukkan orang yang tepat yang dipilihkanNya untuk saya. Karenanya, saya baru akan memulai ketika saya benar-benar yakin.

Menginap di kos Ira mengenalkan saya pada buku Why Men Marry Bitches. Saya belajar bahwa dengan hanya merajuk dan menampilkan sisi roman picisan, perempuan hanya akan mendapatkan Ordinary man. Perempuan kuat, pintar, dan berkarakter adalah tipikal perempuan seksi bagi “The Excellence Ones”. Lihat saja perempuan-perempuan dibalik B.J. Habibie, SBY, Julian Aldrin Pasha. Mereka terpilih karena diyakini mampu mendampingi “The Excellence Ones” tersebut “For Better or Worst”. Mereka yang memiliki cita-cita dan pemikiran besar pasti sadar bahwa jalan hidup yang mereka pilih tidak semudah orang kebanyakan. Dan mereka tahu bahwa mereka butuh perempuan kuat yang akan menguatkan mereka. Sejarah pun mengajari kita, Marcos terpuruk oleh Imelda yang Fashionista Holic. Louis XIV yang dibenamkan oleh Madam Antoneite. Itu pula yang saya pelajari, Growing day older Growing day better. Maximize and encourage all part of me. I Believe that if I only tackle what I know, I’ll never grow. Only me can choose my destination. Totally, I want to keep in people mind, as a mature and outrageous girl. I am beautiful no matter what He Say, World Can’t Bring me Down..

Notes ini sekaligus untuk menjawab banyak pertanyaan yang akhir akhir ini mengganggu saya. Risti Pendamping Wisuda kamu siapa? Jawaban simple saya tidak akan berubah : Selempang Kuning CumLaude dan Bapak saya. Itu sudah lebih dari sekedar cukup untuk membuat saya berbahagia. Buat saya sekarang ini, menyelesaikan kewajiban sebagai anak terlebih dahulu adalah penting, saya percaya ketika saya sudah menjadi anak yang manis dan membahagiakan orangtua saya, mereka pasti tak sungkan memintakan saya jodoh yang menggembirakan saya. Saya yakin dengan terus menjadi anak baik, tuhan akan memberi saya hadiah yang indah, pasangan yang pintar dan berkarakter (tetep aja milih hehe).. Yeah, just do for the best (and also prepare for the worst). Only God knows how tomorrow will be like for my life….


Tidak ada komentar:

Posting Komentar