Rabu, 21 Juli 2010

TREN OUTSOURCING R&D DI NEGARA BERKEMBANG; SEBUAH KOMPLEKSITAS GLOBAL VALUE CHAIN

Persaingan bisnis yang semakin ketat dikarenakan dampak globalisasi diberlakukanya era perdagangan bebas telah menggeser paradigma bisnis dari Comparative Advantage menjadi Competitive Advantage, yang memaksa kegiatan bisnis/perusahaan memilih strategi yang tepat. Strategi yang dimaksud adalah dimana perusahaan berada dalam posisi strategis dan bisa beradaptasi dengan lingkunganyang terus berubah. Hal ini berlaku prinsip going concern yang secara umum merupakan tujuan didirikanya suatu entitas bisnis

Pengertian value chain dijelaskan secara sederhana sebagai the full range of activities which are required to bring a product or service from conception, through the different phases of production (involving a combination of physical transformation and the input of various producer services), delivery to final consumers, and final disposal after use[1]. Hal tersebut dicirikan dengan beberapa rangkaian kegiatan di dalam masing-masing links chain. Global value change dianalogikan sebagai suatu rantai vertical dengan mata rantai-internal dua arah. Berpijak dari konsep tersebut, perpelaku bisnis internasional perlu memperhatikan kondisi lokal sering menghasilkan kekuatan global, yang disebut global value chains. Konsep global value chains memperkenalkan sebuah mekanisme produksi barang dan jasa dalam cakupan globalisasi.

Konsep global value chains mengenal bahwa design, produksi dan pemasaran beberapa produk yang melibatkan beberapa mata rantai kegiatan dilaksanakan oleh beberapa perusahaan yang berada lokasi yang berbeda. Mata rantai tersebut mencakup semua tahap pengembangan produk, mulai dari design, bahan baku, barang jadi (intermediate input), marketing, dan distribusi [2]. Analisis rantai nilai dapat dilakukan dengan membagi aktivitas tersebut menjadi aktivitas yang dilakukan di luar perusahaan untuk menciptakan nilai dan aktivitas yang dilakukan di dalam perusahaan untuk menciptkan nilai. Aktivitas yang dilakukan di luar perusahaan dapat dibedakan lagi menjadi aktivitas yang berasal dari hubungan dengan supplier (Supplier Linkages) dan aktivitas yang berasal dari hubungan dengan konsumen (Consumer Linkages) baik distribusi maupun penanganan purna jual.

Tren R&D MNC’s di Negara Berkembang

Salah satu tren dalam bidang inovasi belakangan ini adalah kecendrungan negara-negara maju seperti US, Jepang, dan negara-negara Eropa Barat mengalihkan departemen R&D dan upaya-upaya inovasi mereka ke negara-negara berkembang. Cina, India, dan negara-negara Eropa Timur menjadi tujuan utama pengalihdayaan (outsourcing) tersebut; dan negara-negara Asia lainnya (seperti Thailand, Malaysia, Vietnam, dan Filipina) dan Afrika Selatan menyusul di belakang.[3]

Tentu itu merupakan sebuah tren yang cukup mengejutkan, mengingat sebelumnya proses atau aktivitas yang dialihdayakan umumnya bukan merupakan proses yang termasuk kompetensi inti perusahaan. Sedangkan R&D dan inovasi, seperti yang kita ketahui, sering dianggap sebagai kompetisi inti perusahaan.

Mengapa perusahaan di negara-negara maju bersedia melakukan hal tersebut? Katakanlah biaya R&D di negara-negara berkembang lebih murah, tetapi bukankah itu beresiko dalam jangka panjang terutama mengingat adanya kemungkinan kebocoron hasil-hasil riset karena infrastruktur perlindungan hukum hak cipta intelektual di negara-negara berkembang belum sesempurna di negara-negara maju?

Biaya, tentu saja, adalah salah satu alasan utama. Beberapa negara berkembang menawarkan insentif bagi perusahaan dari negara maju yang mendirikan pusat R&D di negara asalnya. Cina malah mengeluarkan peraturan yang mengharuskan perusahaan multinasional yang ingin mengakses pasar Cina harus membuka pabrik di negeri Tirai Bambu tersebut.[4]

Tetapi bukan hanya itu saja yang menjadi motor pendorong. Pendorong lainnya adalah kekurangan tenaga kerja ahli di dalam negeri masing-masing. Jumlah insinyur warga negara US tidak mencukupi kebutuhan dalam negerinya. Selain karena pergeseran demografis (semakin sedikitnya jumlah anak per penduduk dan semakin banyaknya jumlah manula), mahasiswa setempat kurang berminat masuk ke jurusan sains dan engineering. Sementara di sisi dunia lain, para mahasiswa dari India dan Cina justru berduyun-duyun masuk ke jurusan-jurusan sains dan engineering. Ketika sekolah-sekolah di US menghasilkan sekitar 250 ribu lulusan di bidang teknologi, Cina menghasilkan 650 ribu lulusan di bidang yang sama. Memang kita bisa memperdebatkan perbedaan mutu lulusan kedua negara, namun tidak semua pekerjaan riset membutuhkan lulusan dari sekolah terbaik. Selama pengetahuan dasar yang dibutuhkan mencukupi, pelatihan internal di perusahaan yang ditambah dengan on job training mampu menutupi kekurangan lulusan negara-negara berkembang tersebut.[5]

Alasan-alasan berikutnya bersifat strategis. Cina, India, Eropa Timur, dan beberapa negara Asia lainnya adalah pasar yang menjanjikan. Perusahaan multinasional yang masuk ke pasar-pasar tersebut segera belajar solusi yang dibuat untuk pasar global sering tidak cocok dengan kondisi lokal. Penduduk Cina, sebagai contoh, lebih menyukai software berbahasa Cina meski kemampuan berbahasa Inggris mereka cukup baik. Di India, masih banyak penduduk yang buta aksara sehingga perusahaan handset telepon genggam harus menciptakan handset khusus tanpa tulisan teks. Dalam upaya mengembangkan produk untuk kebutuhan lokal tersebut, perusahaan multinasional tersebut merasa perlu mengembangkan pusat R&D di daerah setempat.

Di samping itu, beberapa negara berkembang telah berhasil mengembangkan kemampuan khusus di bidang teknologi. India terkenal dengan keahlian sistem informasinya, Cina dengan pengembangan mobil-mobil kecil, dan Rusia dengan pembuatan pesawat terbangnya. Kemampuan kelas dunia tersebut menjanjikan pengembalian investasi R&D yang tinggi bagi perusahaan-perusahaan yang mampu memanfaatkannya.

Kemudian kompetisi yang semakin ketat membuat daur hidup produk semakin sempit. Produk-produk baru harus diluncurkan terus menerus tanpa henti. Untuk menghasilkan produk-produk baru dengan kecepatan tinggi, R&D perusahaan yang hanya bekerja 8-12 jam per hari sudah tidak mencukupi lagi. R&D harus bekerja 24 jam sehari! Untuk melakukan hal itu, pendirian R&D di beberapa negara adalah salah satu pilihan terbaik. Teknologi telekomunikasi dan Internet juga mempermudah koordinasi dan kolaborasi antar beberapa pusat R&D yang terletak berjauhan.

Tren lainnya yang bisa diamati adalah semakin canggihnya kegiatan R&D yang dipercayakan kepada negara-negara berkembang tersebut. Bila awalnya produk yang dikembangkan masih berupa produk-produk dasar yang tidak terlalu penting, saat ini riset-riset yang lebih canggih seperti pembuatan material baru sudah mulai dilakukan. Hak-hak paten sudah mulai mengalir keluar dari lembaga-lembaga R&D di India dan Cina.

Resiko tentu ada. Kompleksitas pengelolaan jaringan R&D yang menyebar di mancanegara membutuhkan kemampuan tambahan baru. Tetapi bagi perusahaan-perusahaan yang berhasil mengelola resiko dan kompleksitas tersebut dengan baik, mereka akan mendapatkan diri mereka berada di depan para pesaingnya.

Inilah implementasi dari fenomena baru dalam tata ekonomi internasional. Dalam global value chain, perusahaan yang bergerak ke arah supply side, penguasaan sisi supply yang paling hulu, akan menjadikan perusahaan makin mandiri. Sebaliknya, perusahaan yang bergerak ke arah demand side, penguasaan produk yang dipakai konsumen akhir, merupakan tantangan yang harus dilalui. Semakin dekat dengan konsumen, sebuah proses produksi semakin menjadi penentu kualitas dan harga. Outsorcing R & D yang dilakukan oleh Nike dilihat bagaimana efisiensi proses produksi dilakukan dalam sistematika global chain. Dapat kita lihat bagaimana Nike selalu memiliki daya tawar yang lebih baik daripada subkontraktornya, sebab Nike adalah simbol dari determinan harga dan kualitas. Produsen bahan karet dan kulit dari sisi supply adalah determinan biaya. Inilah efisiensi yang dimaksud, outsourcing R & D yang cepat merespon keinginan knsumen, bahkan di level lokal. Mereka yang berada di tengah selalu akan terhimpit antara biaya dan ongkos. Jadi, efisiensi dari proses pemahaman plain konsumen akhir sampai formulasi desain dan pembuatan produk akhir sangat terintegrasi.

Dari paparan tersebut jelas tergambar urgensi R & D proses dalam memahami karakteristik pasar yang orientasinya kian global. Outsourcing R & D adalah langkah pengglobalan proses produksi yang ditujukan pada tujuan akhir, yakni efisiensi produksi dan efisiensi pasar. Tak perlu biaya dan proses tambahan yang mengacaukan aliran informasi dan kompetensi. Ini sebuah pendekatan prima tanpa memerlukan kontrol manajemen operasional pada seluruh value chain.

REFERENSI

1. Marks, Carol, 2006 : Process Management : Creating Supply Chain Value. Diambil dari:

www.idg-corp.com diunduh November 2009

2. Simons, Francis, Jones, 2001 : The UK red Meat industry : A value Chain analysis Approach. Diambil dari : www.mlc.org.uk/forum/phasetwo/ diunduh November 2009

3. www.libraries.rutgers.edu/rul/rr_gateway/research_guides/busi/company.shtml

4. Robert Ropelewski. 1995. “Boeing Keeps Sharp Focus on China”, Interavia Bussiness and Technology (November) dalam http://www.waw.be/sid/dev1996/zadek.html

5. http://www.rd.com.pk/values.html

6. Hirst, Paul and Grahame Thopmson. Globalization in Question: The International Economy and the Possibilities of Governance. Polity Press, 2006. Diunduh dalam www.unido.org/filestorage/view/unido_fs_5388_user_folder/pdf_full_text/01_global_value_chains.research_development_sector.pdf Diunduh November 2009



[1] Marks, Carol, 2006 : Process Management : Creating Supply Chain Value. From: www.idg-corp.com diunduh November 2009

[2] Simons, Francis, Jones, 2001 : The UK red Meat industry : A value Chain analysis Approach. From : www.mlc.org.uk/forum/phasetwo/ diunduh November 2009. Artikel ini menjelaskan bagaimana analisis value change dihadapkan pada efektivitas produksi dengen cara ekspansi produksi dalam ranah lobal village.

[5]Robert Ropelewski. 1995. “Boeing Keeps Sharp Focus on China”, Interavia Bussiness and Technology (November)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar